Musibah Banjir

Oleh: Dr HM Harry Mulya Zein

Musibah  banjir yang melanda  seluruh wilayah Kota Jakarta dan Tangerang membuat panik semua warga. 

Sepertinya musibah banjir di negeri ini selama kurun waktu lima tahunan, adalah  musibah yang teramat parah.

Kondisi ini pada dasarnya tidak luput dari prilaku manusia. Jika kita mau  membuka kembali Alquran, tampak jelas bahwa bencana alam dan krisis lingkungan akibat dari ulah merusak sebagian dari umat manusia.

Dalam sebuah ayat Allah berfirman, ”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar” (QS Ar-Rum[30]:41).

Ayat ini secara eksplisit menegaskan bahwa kerusakan di muka bumi disebabkan ulah tangan manusia. Bencana yang datang silih berganti bukan fenomena alam. Akan tetapi karena prilaku merusak manusia sendiri yang telah merusak alam ciptaan Allah.

Para pemikir Timur dan Barat kontemporer memandang masalah utama kerusakan parah Bumi akibat terjadinya pemisahan serius antara sains dan dari spiritualitas dan nilai-nilai moral. Para pemikir menilai krisis lingkungan yang terjadi dewasa ini menunjukkan bahwa sebagian besar negara-negara dunia dilanda problem nilai dan spiritualitas.

Fritjof Capra memandang krisis lingkungan bermuara pada kesalahan cara pandang manusia modern terhadap alam semesta. Manusia modern pada umumnya masih menganut paradigma mekanistis dan reduksionistis terhadap alam semesta.

Implikasinya, alam sebagai objek yang selalu diekspolitasi secara berlebih. Oleh karena itu, pandangan manusia harus diubah menuju paradigma yang holistik dan ekologis.

Bahwa merusak alam dan lingkungan merupakan perbuatan dosa dan pelanggaran karena mengakibatkan gangguan keseimbangan di bumi.

Ketiadaan keseimbangan itu, mengakibatkan siksaan kepada manusia. Semakin banyak perusakan terhadap lingkungan, semakin besar pula dampak buruknya terhadap manusia, termasuk akan berdampak kepada manusia yang tidak berdosa disekitarnya.

Dalam Islam sudah sangat terang, bumi, alam, lingkungan diciptakan Allah swt bukan tanpa arti. Penciptaan alam, lingkungan, bumi merupakan tanda keberadaan Allah, Tuhan Yang Maha Pencipta. Sebagaimana firman Allah swt dalam Alquran bahwa terdapat tanda-tanda kebesaran-Nya di bumi ini.

"Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin,”(QS Adz-Dzariyat [51]:20).

Dalam Al-Quran, Allah menyatakan bahwa alam diciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Allah berfirman,”Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.

Sesungguhnya pada demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir,”(QS Al-Jatsiyah [45}:13). Ayat inilah yang menjadi landasan teologis pembenaran Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia. Islam tidak melarang memanfaatkan alam, namun ada aturan mainnya. Manfaatkan alam dengan cara yang baik (bijak) dan manusia bertanggungjawab dalam melindungi alam dan lingkungannya serta larangan merusaknya.

Manusia sebagai khalifah (wakil atau pengganti) Allah, salah satu kewajiban atau tugasnya adalah membuat bumi makmur. Ini menunjukkan bahwa kelestarian dan kerusakan alam berada di tangan manusia.

Kini manusia harus lebih ramah terhadap alam semesta melebihi sebelumnya. Untuk mewujudkan kedamaian dan keseimbangan dengan lingkungan, manusia harus memiliki ikatan yang kokoh dengan pencipta alam semesta.

Orang yang mematuhi aturan Ilahi, maka ia juga memiliki hubungan yang baik dengan sesama manusia dan alam semesta.

Merusak dan mencemari lingkungan menyebabkan terjadinya berbagai bencana seperti banjir  saat ini. Untuk itu, Islam mengharamkan setiap tindakan yang merusak alam. Dalam Islam, kerusakan lingkungan juga mengakibatkan kerusakan sosial yang menyebabkan terjadinya perampasan terhadap hak jutaan orang. Saatnya menjaga kelestarian lingkungan.

Republika.co.id