
Di era 80'an, perfilman Indonesia sempat diramaikan oleh hadirnya film kolosal yang diadaptasi dari sandiwara radio, seperti Tutur Tinular ataupun Saur Sepuh.
Kekosongan terhadap film kolosal, tahun depan akan dipecahkan oleh hadirnya sebuah film arahan Hanung Bramantyo yang berjudul Gending Sriwijaya.
Gending Sriwijaya merupakan produksi bersama antara Putaar Production dan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Film menjadi kali kedua kolaborasi antara Putaar dan Pemprov Sumsel, setelah tahun lalu memproduksi film yang juga berlatar budaya setempat, berjudul Pengejar Angin.
Nama Gending Sriwijaya sendiri diambil dari nama tarian sambut Sumatera Selatan, yang biasanya ditarikan untuk menyambut tamu-tamu penting kenegaraan.
Tarian ini ditarikan oleh 13 orang, termasuk pembawa tepak (wadah khusus untuk sekapur sirih). Tari dan lirik lagu Gending Sriwijaya menceritakan keagungan Sumatera Selatan, khususnya Palembang, sejak zaman kerajaan Sriwijaya hingga ke zaman Kesultanan Palembang Darussalam yang mulai berdiri sejak abad 17.
Hanung Bramantyo menjadi sutradara, sekaligus penulis naskah film Gending Sriwijaya.
Film yang memakan waktu hampir 1 bulan syuting dan mengambil lokasi di Palembang, Jakarta dan Bandung tersebut didukung oleh pemeran yang kebanyakan adalah aktor/aktris nasional.
Di antara para pemeran di Gending Sriwijaya adalah Sahrul Gunawan sebagai Purnama Kelana, Agus Kuncoro Adi sebagai Awang Kencana, Julia Perez sebagai Malini, Slamet Raharjo sebagai Dapunta Mahawangsa, Jajang C. Noer sebagai Ratu Kalimanyang, dan Mathias Muchus sebagai Ki Goblek.
Aktor muda Qausar Harta Yudana, yang sebelumnya menjadi pelakon utama di Pengejar Angin, kembali bermain dalam Gending Sriwijaya dan memerankan sebuah karakter yang bernama Paru Hitam.
Putaar Production baru saja merilis sinopsis panjang Gending Sriwijaya, yang mengambil seting waktu abad ke-16.
Gending Sriwijaya akan dirilis serentak secara nasional pada tanggal 10 Januari 2013.
Berikut sinopsis panjang dan trailer Gending Sriwijaya.
BERPOTENSI SPOILER!!
Nusantara di abad 16, tiga abad setelah keruntuhan Sriwijaya ,muncul kerajaan-kerajaan kecil yang saling berebut kekuasaan. Kedatuan Bukit Jerai, adalah kerajaan kecil yang dipimpin oleh Dapunta Mahawangsa (Slamet Raharjo Djarot) nasa dengan permaisurinya Ratu Kalimanyang (Jajang C. Noer). Mereka memiliki dua putera, yang pertama adalah Awang Kencana (Agus Kuncoro Adi) dan kedua adalah Purnama Kelana (Sahrul Gunawan). Dapunta Hyang sudah memasuki usia tua dan saatnya untuk menyerahkan kepemimpinannya kepada putera mahkotanya, Awang Kencana.
Namun di luar adat kebiasaan, Dapunta justru memilih Purnama Kelana sebagai penggantinya, Dapunta merasa Purnama memiliki kemampuan intelektual yang tinggi, cerdas dan lebih visioner dibandingkan dengan Awang Kencana yang hanya mengandalkan kemampuan olah kanuragan dan kekuatan militer.
Awang Kencana secara diam-diam mengetahui rencana itu dan sangat kecewa dengan keputusan ayahnya. Awang kemudian menjebak Purnama, menfitnah Purnama telah membunuh Dapunta Mahawangsa. Purnama kemudian di tangkap oleh Awang dan dijebloskan ke penjara. Dengan dibantu oleh para tabib dan sahabat-sahabatnya, Purnama berhasil dibebaskan dan dihindarkan dari hukuman mati.
Kelompok pasukan yang dipimpin oleh Awang kemudian mengetahui rencana itu, mereka mengejar Purnama sampai pelosok hutan, Purnama terdesak di lereng tebing, Purnama jatuh di jurang yang tinggi, tercebur di sungai dan terbawa arus yang deras. Pasukan Awang tak mampu mengejar dan mengira Purnama telah tewas.
Purnama berhasil diselamatkan oleh Malini (Julia Perez), puteri Ki Goblek (Mathias Muchus). Ki Goblek adalah pemimpin kelompok perampok yang selama ini membuat resah para pedagang dan bangsawan di sekeliling hutan di Kedatuan Bukit Jerai. Ki Goblek yang bernama asli Kendra Kenya adalah mantan Tumenggung di Kedatuan Bukit Jerai. Sekitar tiga puluh tahun yang lalu, Ki Goblek membantu Dapunta muda dalam merebut kekuasaan di Kedatuan Bukit Jerai dari tangan raja terdahulu.
Silang sengkarut penghianatan Dapunta membuat Ki Goblek lari ke hutan, menyimpan dendam dan membentuk kelompok perampok yang menghantui para pedagang, pejabat kerajaan dan bangsawan yang curang. Hutan di sekitar Kedatuan Bukit Jerai menjadi medan operasi kelompok Ki Goblek.
Setelah meninggalnya Dapunta Hyang Mahawangsa, seratus hari kemudian, Awang dinobatkan sebagai raja di Kedatuan Bukit Jerai. Awang memerintahkan untuk membasmi kelompok perampok Ki Goblek. Mata-mata Awang Kencana berhasil mengetahui markas kelompok Ki Goblek.Dengan kekuatan penuh ,pasukan Awang Kencana mengepung Ki Goblek yang bermarkas di sebuah gua di tengah hutan. Kelompok perampok berhasil ditumpas, Ki Goblek tewas. Hanya tertinggal Purnama dan Malini, serta 8 orang perempuan penenun songket, yang adalah janda para perampok yang tewas. Malini yang kehilangan kedua orang tua dan juga adiknya takluput menjadikorban. Malini menyimpan dendam. Purnama yang mengetahui ini semua adalah perbauatan adiknya, makin meradang.Ia harus menghentikan kelakuan adiknya, menuntut balas kematian ayahnya, sekaligus membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah.
Sepuluh orang itu kemudian menyiapkan sebuah serangan balasan ke pusat Kedatuan Bukit Jerai. Delapan perempuan penenun songket itu memiliki kemampuan olah kanuragan yang tidak kalah dengan perampok laki-laki. Kelebihan mereka adalah keahlian menggunakan kayu tenun sebagai senjata pembunuh.
Pada suatu malam, sepuluh orang itu berhasil menyusup ke jantung pertahanan Kedatuan Bukit Jerai. Satu persatu prajurit berhasil dilumpuhkan, Purnama Kelana dengan kerja keras berhasil membunuh adiknya yang telah menfitnahnya. Akhirnya Purnama Kelana berhasil merebut tahta Kedatuan Bukit Jerai.
sumber